CARA MEMBAGI SUATU WARISAN AYAH DAN NENEK

WARISAN AYAH DAN NENEK

Beberapa saat yang lalu ada seseorang sebut saja namnya Ilham, ilham mengatakan bahwa bapaknya meninggal pada tahun 2014 tepatnya di bulan agustus, dan bapanya meninggalkan 2 orang anak di antaranya :

  1. Seorang anak lelaki yang saat ini telah menikah dan telah mempunyai anak
  2. Dan seorang lagi anak perempuan yaitu saya (Ilham), dan ibu kami masih hidup

 

 

Pada tahun 2014 tepatnya di bulan Desember nenek dari almarhum bapak saya meninggal dunia, setelah itu kami selaku anak mendiang dari bapak oleh adik kaka dari keluarga bapak menuntut tentang hak waris ibu kami, nah pertanyan saya ( Ilham) apakah memang ada hak ibu di dalam kondisi nenek kami yang telah wafat atau meninggal dunia dan kalau memang ada berapa persenkah haknya? Dan harta jenis apa yang mesti diberikan?

 

harta warisan

Harta Warisan

Dikarenakan kami (saya dan ibu saya) merasakan suatu kejanggalan tuntutan dari saudara-saudara almarhum, mereka semua meminta dengan jumlah yang sangat besar dan apakah bila ada hak dari nenek apakah bapak juga mendapatkan hak terrsebut? Sedangkan untuk saat ini ibu saya masih hidup dan apakah warisan tersebut boleh di bagikan? Terang Ilham kepada kami.

 

Baca Juga :Menjual Tanah Warisan Tanpa Persetujuan Si Pewaris

 

Selanjutnya Ilham mengatakan keterangan tambahan sebagai berikut :

Harta dari bapaknya Ilham adalah yang di perselisihkan disini, karena saudara dari ayah Ilham meminta hak warisan untuk ibu mereka (saudara ayah) ketika beliau telah wafat atau meninggal dunia yang dikemudian sudara saya mengatakan bahwa almarhum menambahkan warisan tersebut untuk nenek saya. Untuk jumlah mereka ada 7 bersaudara diantaranya 2 perempuan dan sisanya lelaki.

 

Hak warisan

Hak warisan

Jika memang ada harta warisan yang mesti dibagikan kepada mereka maka berapa persenkah dan harta apa yang harus kami berikan kepada nenek, apakah harta tersebut diambil dari harta murni hasil ayah saya atau hasil berdua dalam artian semasa pernikahan dengan ibu saya?

 

Nah untuk pertanyaan dari saudara Ilham kami akan jawab sebagai berikut.

Sebelum harta dari peninggalan ayah dibagi, terlebih dahulu ada beberapa kewajiban yang akan atau harus dipenuhi oleh semua pakar atau ahli waris dari ayah saudara, yaitu seperti yang terdapat di dalam pasal 175 KHI (Kompilasi Hukum Islam) yaitu :

  1. Beberapa kewajiban si ahli atau pakar waris kepada pewaris ialah :
  2. Mengurus serta menyelesaikan semua urusan sampai pemakaman jenazah (ayah) selesai
  3. Menyelesaikan segala urusan baik hutang piutang seperti biaya atau anggaran pengobatan, perawatan, termasuk kewajiban pewaris dan juga pehagih hutang.
  4. Wasiat dari pewaris segera di selesaikan
  5. Membagikan harta peninggalan atau warisan di antara para ahli atau pakar waris kepada yang berhak.
  6. Tanggung jawab kepada pakar/ ahli waris terhadap semua hutang atau kewajiban pewaris hanya terbatas kepada berapa jumlah atau nilai harta peninggalannya atau warisannya.
  Saksi Mahkota dalam Sebuah Persidangan

mengurus harta warisan

Misalkan ada yang berpandangan, bahwa harta warisan itu tidak boleh dibagikan dikarenakan istri dari almarhum bapak masih ada, itu merupakan pendapat yang bisa dibilang kurang tepat. Di dalam aturan agama islam yang betul, sebenarnya ketika seseorang wafat atau meninggal dunia, maka kwajiban-kewajiban yang ada sebagaimana tertera di dalam pasal 175 KHI yang ada di atas untuk segera dilaksanakan.

Mengapa demikian?

Agar hak dari ahli atau pakar waris segera bisa dipenuhi karena sudah memang haknya, jika tidak dapat terpenuhi maka dapat termakan oleh hak daro orang lain, terlebih lagi jika ternyata di antara ahli atau pakar waris tersebut ada yang merupakan anak yatim, otomatis hak dari anak yatim itu juga tidak diserahkan kepada si anak yatim tersebut.

Pakar waris

Pakar Waris

Disitulah baik secara sadar maupun tidak sadar memakan harta dari seorang anak yatim. Jangan beranggapan bahwa memakan suatu hak milik anak yatim itu adalah dengan cara terang-terangan mengambil harta si anak yatim tersebut saja, tidak membagi suatu hak waris dari anak yatim tersebut atau hak dari orang lain juga merupakan sebuah dosa, seperti yang tertera di dalam firman Allah yaitu surat Al-Baqarah pada ayat 188.

Nah, Berkaitan dengan pertanyaan di atas. Dalam masalah ini ada 2 orang yang wafat, yang pertama ialah ayah saudari penanya (Ilham) serta yang ke-2 ialah nenek dari faksi atau pihak ayah. Untuk membaginya harus dituntaskan satu-satu. Agar gampang mengerti pembagian itu, karena itu kami akan membuat contoh nilai dari harta peninggalan itu. Langkah pembagian harta warisan almarhum ayah saudari penanya.

A = ayah saudari penanya / suami

B = ibu saudari penanya / isteri A

C1 = anak lelaki

C2 = anak wanita (saudari penanya)

  GUGATAN MATA UANG ASING

D = Ibu almarhum A / nenek

Contoh untuk total dari harta peninggalan sejumlah Rp. 48.000.000 ( empat puluh delapan juta rupiah).

Kompilasai Hukum Islam

Pasal 1 huruf f Kompilasai Hukum Islam

Jika harta yang di bagi itu di dapat sepanjang dalam waktu perkawinan A serta B atau antara ibu dan ayah Ilham, karena itu harta itu di sebutkan harta bersama atau bisa di sebut harta (gono-gini). KHI (Kumpulan Hukum Islam) terdapat di dalam pasal 1 huruf f : Harta kekayaan dalam perkawinan atau Syirkah ialah harta yang di dapat baik sendiri-sendiri atau bersama suami-isteri selama berada di dalam ikatan perkawinan berjalan seterusnya di sebutkan harta bersama dengan, tanpa ada mempermasalahkan tercatat atas nama siapa saja;

Seperti terdapat di dalam pasal 35 ayat (1) UU nomer 1 tahun 1974 mengenai perkawinan: Harta benda yang didapat sepanjang perkawinan jadi harta bersamanya.

Karena itu berdasar ke-2 ketentuan itu, sebelum harta itu diberikan pada pakar atau ahli waris, terlebih dulu harus dibagi 2, 1 sisi diberikan pada B (isteri) jadi sisi harta bersama dengan, 1 sisi (sisi A) diberikan pada pakaratau ahli warisnya sesudah dipenuhi keharusan seperti tertera di dalam pasal 175 KHI. Jadi, harta sebagai warisan ialah 48.000.000 : 2 = Rp. 24.000.000

Pakar ataupun ahli waris yang dibiarkan: 1 isteri (B), 1 anak lelaki (C1), 1 anak wanita (C2), serta ibu (D).

Dasar hukum Acuan

Dasar hukum Acuan:

  1. Isteri (B) akan mendapatkan 1/8 sisi dari warisan. Terdapat di dalam pasal 180 KHI: Janda mendapatkan seperempat sisi jika pewaris tidak tinggalkan anak, apabila pewaris tinggalkan anak karena itu janda mendapatkan seperdelapan sisi.
  2. Ibu (D) akan mendapatkan 1/6 sisi dari warisan yang ditinggalkan. Terdapat di dalam pasal 178 ayat (1) KHI: Ibu mendapatkan seperenam sisi jika ada anak atau dua saudara atau lebih. Jika tidak ada anak atau dua orang saudara atau lebih, karena itu dia mendapatkan sepertiga sisi.
  3. Beberapa anak ( C1 serta C2) jadi ashabah (tersisa) dengan ketetapan sisi anak lelaki 2:1 sisi anak wanita. Seperti tertera di dalam pasal 176 KHI: Anak wanita jika cuma seseorang dia mendapatkan separoh sisi, jika dua orang atau lebih mereka bersama mendapatkan dua pertiga sisi, serta jika anak wanita bersama dengan anak lelaki, karena itu sisi anak lelaki ialah dua berbanding satu dengan anak wanita.

PEMBAGIAN HARTA WARISAN

Untuk Langkah pembagiannya:

Dalam masalah di atas terlebih dulu di cari AM (Asal Permasalahan), untuk cari AM, dapat melalui atau lewat cara berikut ini:

  PROSES DIVERSI ANAK AKAN TETAP DI TAHAN

Perumusan di atas di formulasi oleh ulama Faraidh demikian rupa, dengan arah untuk menghindarkan pecahan dalam pembagian. Seterusnya rumusan itu di beri arti dengan istilah-istilah untuk memudahkan daya ingat. Antara beberapa istilah itu ialah:

  1. Tabayun dapat di artikan berlangsungnya dua angka yang bisa di kalikan dengan cara langsung hingga tidak berlangsung pecahan, seperti di antara 1/3 dengan 1/2 karena itu 3 x 2 = 6. Jadi, asal permasalahannya ialah 6. Demikian pula di antara 1/3 dengan 1/4, karena itu 3 x 4 = 12. Jadi, asal permasalahannya ialah 12. Karenanya, di antara 3 dengan 2 serta 3 dengan 4 disebutkan “ Tabayun”
  1. Tadakhul dapa di artikan mengambil angka yang paling besar dari satu bentuk ke-1 atau ke- 2, seperti 1/2 dengan 1/8 asal permasalahan ialah 8, sebab ke-2 angka itu ada pada bentuk ke- 2. Hal yang sama berlangsung di antara 1/3 dengan 1/6 = 6, sebab ke-2 angka itu ada pada bentuk ke-1. Demikian pula di antara 1/2 dengan 1/4 sebagai asal permasalahan ialah angka penyebut paling besar yakni 4, sebab ke-2 angka itu ada pada bentuk ke-1.
  1. Tamasul dapat di artikan dua angka atau penyebutnya sama, karena itu cukup ambil satu dari penyebutnya. Contoh di antara 1/3 dengan 2/3, karena itu untuk asal permasalahannya 3, sebab penyebut sama. Demikian pula di antara ½ dengan ½, asal permasalahannya ada 2.
  1. Tawaffuq ialah dua penyenbut sama hasil perkaliannya setelah atau sesudah di bagi dua serta di kalikan dengan penyebut keduanya. Contohnya bilangan1/6 dengan 1/8. 6: 2 = 3 x 8 = 24 begitupun 8 : 2 = 4 x 6 = 24 hingga saling membuahkan 24. Demikian pula dengan 1/2 dengan 1/6. 2 : 2 = 1 x 6 = 6. 6 : 2 = 3 x 2 = dan hasilnya pun 6. Langkah yang demikian ini di sebutkan Tawafuq. Hasil perkalian itu yang di pakai jadi asal permasalahan untuk membagi harta.

Solusi masalah

Dalam permsalahan yang ada di atas, langkah mencarai Akar Masalah nya lewat cara Tawaffuq. Bilangan1/6 dengan 1/8. 6: 2 = 3 x 8 = 24 begitupun 8 : 2 = 4 x 6 = 24 hingga saling membuahkan 24. Jadi, AM= 24.

Hingga:

Isteri (B) akan mendapatkan 1/8 atau 3/24 sisi. 3/24 x Rp. 24.000.000 = Rp. 3.000.000 + Rp. 24.000.000 (sisi harta bersama dengan) = Rp. 27.000.000

Ibu (D) mendapatkan sisi 1/6 atau 4/24 sisi. 4/24 x Rp. 24.000.000 = Rp. 4.000.000

Beberapa anak (C1 serta C2) jadi shabah mendapatkan sisi 17/24 x Rp. 24.000.000 = Rp. 17.000.000, dengan sisi semasing:

  1. C1 jadi anak lelaki mendapatkan sisi 2/3 x Rp. 17.000.000 = Rp. 11. 333.333
  2. C2 jadi anak wanita mendapatkan sisi 1/3 x Rp. 17.000.000 = Rp. 5. 666.666

Bila di jumlahkan totalnya menjadi seperti ini ( 27 jt + 4 jt + 17 jt = 48 juta).

Pengacara Waris

Adi