Diversi Dalam Sebuah Sistem Peradilan Anak

Diversi Dalam Sebuah Sistem Peradilan Anak – Memang harus diakui bahwa permasalahan di bidang hukum pidana di negeri kita sudah terus berkembang dari masa ke masa. Serta tidak seimbang dengan pekembangan hukum pidana di negeri. Berbagai modus operandi yang sering di gunakan oleh para pelaku kejahatan yang senantiasa berkembang dari masa ke masa.

Banyaknya berbagai permasalahan yang sering timbul yang harus di tangani dengan secara serius. Yang bermaksud untuk memperbaiki kondisi keadaan dalam lingkungan masyarakat. Seperti pada saat belum terjadinya suatu tindakan pidana. Masyarakat indonesia sudah terbiasa dengan mengidentikkan permasalahan hukum dengan cara penyelesaiannya dengan aparat penegak diantaranya seperti polisi, jaksa serta hakim.

 

Diversi Dalam Sebuah Sistem Peradilan Anak

Dengan ketiga penegak hukum tersebut merupakan bagian dari sebuah sistem peradilan pidana. Penyelesaiaan perkara pidana oleh masyarakat indonesia sering ditempuh dengan melalui sistem peradilan yang sudah diatur oleh KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana). Namun, sistem peradilan pada akhirnya seringkali belum tentu menjamin rasa keadilan.

Masyarakat indonesia merasakan bahwa berat ringannya vonis-vonis yang seringkali di jatuhkan hakim kepada terdakwa. Belum tentu mewujudkan keseimbangan serta mengembalikan situasi sosial dari masyarakat indonesia. Semua penegak hukum erat kaitannya dengan masyarakat indonesia, seperti teori yang di kemukakan oleh Carl von Savigny “Das recht wird gemarcht est ist und wird mit dem volke” (hukum yang tidak di buat melainkan tumbuh serta berkembang dengan bersama masyarakat).

 

tindakan diversi, Diversi Dalam Sebuah Sistem Peradilan Anak

Diversi Dalam Sebuah Sistem Peradilan Anak

Pada akhirnya, hukum modern yang sudah berkembang di masyarakat indonesia tidak berasal dari dalam sebuah masyarakat itu sendiri. Namun meliputi adopsi dari luar yang sudah banyak dari negara eropa. Menurut seseorang yang bernama Satjipto Raharjo penyelesaian masalah atau perkara. Dengan melalui sistem peradilan yang berujung pada vonis pengadilan yaitu suatu penegakan hukum yang ke arah jalur lambat. Dengan ini penegakan hukum melalui beberapa tingkatan yakni : kepolisian, kejaksaan serta pengadilan.

 

Kepolisian, kejaksaan serta pengadilan juga dapat di bagi menjadi 2 tingkatan yaitu JUDEX FACTIE lalu JUDEX JURIST. Penyeleasian perkara pidana biasanya lebih mengutamakan keseimbangan dari sosial dalam elemen masyarakat. Keseimbangan yang di maksud di sini merukapan antara korban serta pelaku. Dengan konsep keseimbangan ini yang sejalan dengan apa yang di sebutkan dengan asas-asas yang sudah sangat di kenal sekarang serta sudah di berlakukan di berbagai negara-negara lainnya yaitu dengan sebutan Asas Resto rative Justice.

  Bagaimana Hukum Memandang Tawaran Perdamaian Debitor Pailit

 

Konsep restorative justice adalah sistem yang sejalan dengan apa yang di kemukakan oleh Satjipto Raharjo yang menurutnya, inti dari hukum progresif yang terletak pada suatu pemikiran serta bertindak progresif yang membebaskan dari sebuah belenggu teks dokumen hukun, pada akhirnya hukum bukanlah untuk teks hukum.

 

Dengan ini, cara menyelesaikan masalah perkara pidana hendaknya tidak terpaku oleh pada teks undang-undang, Arah yang akan di raih ialah bagaimana penyelesaian satu masalah pidana bisa kembalikan harmonisasi sosial yang imbang di antara aktor, korban serta warga.

 

Restorative Justice, Diversi Dalam Sebuah Sistem Peradilan Anak

Restorative Justice dalam Diversi Dalam Sebuah Sistem Peradilan Anak

Keadilan dalam restorative justice mewajibkan terdapatnya usaha memulihkan atau kembalikan kerugian karena yang bisa di akibatkan oleh tindak pidana, serta aktor dalam soal ini di kasih peluang untuk di ikutsertakan dalam pemulihan itu, kesemuanya ialah mempunyai tujuan untuk pelihara keteraturan warga serta pelihara perdamaian yang adil.

 

Mengacu pada hal di atas, selanjutnya di tanggapi adanya penyelesaian masalah pidana di luar pengadilan selanjutnya dengan timbulnya Undang-Undang Nomer 11 Tahun 2012 Mengenai Skema Peradilan Anak. Undang-undang ini, mencangkup dengan reformasi dalam skema peradilan pidana. Dengan ini sebab ada penyelesaian yang lebih fleksibel di banding dengan skema peradilan resmi yang sampai saat kini di aplikasikan.

 

Dalam masalah 5 UU No. 11 Tahun 2012, harus di pastikan jika adanya skema peradilan anak harus memprioritaskan atau mngutamakan pendekatan dengan keadilan restorative. Undang-undang ini memberi kejelasan hukum atas penyelesaian masalah pidana di luar pengadilan lewat DIVERSI. Diversi merupakan peralihan penyelesaian masalah proses dari peradilan menuju proses di luar peradilan pidana.

 

Diversi mempunyai tujuan jadi :

  1. Sampai dengan perdamaian di antara korban serta anak;
  2. Mengakhiri sebuah masalah pada anak di luar proses peradilan;
  3. Menghindari anak dari perampasan kemerdekaan;
  4. Mencontohkan rasa tanggung jawab pada anak.
  Hukum Poligami Tanpa Izin Istri Pertama

 

Diversi Dalam Sebuah Sistem Peradilan Anak

Proses diversi yang disebut undang-undang No. 11 Tahun 2012, bisa berlangsung ditingkat penyelidikan, penuntutan atau ditingkat kontrol di pengadilan. Dalam penyelesaian sebuah tindak pidana ditingkat pengadilan yang mana Hakim harus mengusahakan Diversi paling lama atau maksimal 7 (tujuh) hari sesudah diputuskan oleh karena itu ketua pengadilan negeri harus menjadi Hakim serta dikerjakan paling lama atau maksimal 30 (tiga puluh) hari.

 

Ada persoalan yakni sebagaimana bila proses diversi sudah disetujui oleh kedua pihak tetapi selanjutnya memunculkan jalan buntu dengan pemahaman satu diantara faksi tidak penuhi apa yang diperjanjikan seperti masalah berikut ini.

 

KASUS POSISI :

Sepasang muda mudi yang merajut jalinan asmara (pacaran). Lelaki sebutlah saja A (samaran buat laki- laki 16 Tahun) serta B (samaran buat wanita 15 Tahun). Kedua-duanya jadi muda mudi yang berpacaran serta sudah sama-sama menyayangi di antara satu dengan yang lain. Selama saat berpacaran, mereka seringkali melakukan jalinan suami isteri sampai satu waktu si B didapati sudah hamil 3 bulan.

 

Saat masalah itu sampai pada tingkat pengadilan, Hakim yang mengatasi masalah itu lalu lakukan apa yang diberi nama dengan DIVERSI yakni satu peralihan penyelesaian masalah proses dari peradilan ke proses di luar peradilan pidana.

 

penerapan Diversi

Dari hasil DIVERSI itu sudah terwujud persetujuan antara ke-2 orangtua faksi yakni B serta A  jika kedua-duanya akan dinikahkan bila telah mengakhiri pendidikannya (Si B menamatkan SMP serta Si A menamatkan SMA). Sebenarnya, sesudah ke-2 anak itu mengakhiri masa sekolahnya masing-masing.

 

Pernikahan belum pernah berlangsung oleh sebab orangtua si lelaki (A) tidak memenuhi apa sebagai ketetapan dalam Diversi serta lebih memilih mengirim anaknya (A) untuk pergi menempuh pendidikan tinggi di luar wilayah serta menikah dengan wanita lain sesaat orangtua si B masih bersikukuh untuk dilaksanakan pernikahan.

 

Bila kita mempelajari dengan cermat di undang-undang Nomer 11 Tahun 2012 Mengenai Peradilan Anak, benar-benar tidak mengendalikan mengenai bagaimana bila Diversi di sidang pengadilan sudah diraih persetujuan namun selanjutnya satu diantara faksi tidak penuhi kewajibannya, siapa yang akan mengamati proses penerapan dari diversi itu mengingat periode waktu yang diputuskan dalam masalah bunga itu, dapat sampai 2 tahun baru dapat dikerjakan pernikahan.

 

Undang-undang cuma menyaratkan jika sudah dikerjakan diversi namun tidak berhasil dalam artian tidak terwujud kata setuju, masalah diteruskan ke langkah persidangan. Dengan ini, tidak bisa dipungkiri jika di Indonesia ini, tidak ada undang-undang yang prima atau komplet. Tentu saja ada kekurangan atau kekurangannya. Pada umumnya bisa dikemukakan jika adanya dua kekurangan inti yang mungkin ada dalam perundang-undangan.

  CARA MEMBAGI SUATU WARISAN AYAH DAN NENEK

 

langkah persidangan

Ketentuan MA No 4 Tahun 2014

Pertama, dari sisi perumusannya kadang kurang komplet, serta yang jelas serta kongkret. Ke-2, dari segi muatan materinya kadang tidak berkaitan dengan kenyataan sosial. Dalam Ketentuan Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2014 Mengenai Penerapan Diversi Dalam Skema Peradilan Anak, justru memperluas apa yang ditata dalam masalah 7 ayat (2) dengan mana diversi cuma bisa dikerjakan pada tindak pidana di bawah 7 tahun serta bukan untuk perulangan, diperluas dengan pidana penjara di atas 7 tahun atau lebih.

 

Pada prinsipnya siapa yang lakukan kekeliruan berbentuk satu tindak pidana, harus siap mempertanggung jawabkan tindakannya. Hukum pidana ialah ultimum remidium yang bermakna penghukuman ialah satu usaha paling akhir yang ditempuh bilamana tidak ada usaha lain untuk mengakhiri masalah. Tindakan si A bisa dibuka kembali dengan delik aduan yang baru atau juga bisa masalah yang lama dibuka kembali dengan tidak pedulikan Penentuan Diversi yang sudah pernah dikerjakan.

 

Mengingat diversi adalah langkah dimana tidak pernah dikerjakan kontrol inti masalah pada tingkat pengadilan. Dengan perdata juga, orangtua si B bisa lakukan tuntutan perdata untuk tuntut ganti rugi mengingat dalam hukum pidana, tidak mengendalikan mengenai ganti rugi serta baru ditata dalam RUU KUHP yakni dalam masalah 99. Dalam hukum perdata ada satu azas jika apa yang sudah disetujui adalah undang-undang pada mereka yang lakukan persetujuan itu (pacta sunservanda), hingga jika satu diantara lakukan wanprestasi, karena itu bisa dimintakan ubah kerugian.

 

Teori Penjatuhan Pidana

Pertanyaan apa dalam penjatuhan hukuman, apakah si A dapat juga dipakai pemberatan hukuman dikarenakan sudah memungkiri persetujuan diversi disaksikan dari bagian pidana?

 

Teori Penjatuhan Pidana

Beberapa teori penjatuhan pidana salah satunya ajaran Teori Absolut atau Teori Pembalasan (vergeldings theorien), Teori Relatif atau Teori Arah (Doel Theorien), Teori Kombinasi / Modem ( Vereningings Theorien) bergantung dari pojok mana majelis hakim memandangnya di hubungkan dengan kualitas pidana yang di kerjakan oleh terdakwa di barengi bukti permasalahan keadilan baik pada korban atau pada si aktor.

 

Semestinya dalam tindakan satu ketentuan perundangan-undangan, bukan sekedar lihat momen yang berlangsung sekarang saja serta juga semestinya lihat semua peluang yang akan berlangsung dari insiden itu.

 

Diversi Dalam Sebuah Sistem Di Dalam Peradilan Anak

Adi