HIBAH, HUKUM DAN JENISNYA

Hibah Hukum dan Jenisnya, Beberapa orang yang masih salah kaprah tentang perbedaan hibah versus waris. Walau kedua-duanya adalah langkah untuk mendistribusikan kekayaan, tetapi waris atau hibah mempunyai ketentuan serta resiko yang berlainan. Definisinya saja berlainan dimana Hibah bisa didefinisikan jadi penyerahan satu benda dari orang yang memberi hibah pada penerima hibah, dengan gratis serta tidak bisa ditarik kembali.

Waris bisa didefinisikan jadi pengalihan hak serta keharusan dari orang yang mewariskan (pewaris) yang tidak ada (wafat) pada pakar atau ahli warisnya.

Mengenai ketidaksamaan kedua-duanya ialah seperti berikut:

  1. Hibah bisa dikerjakan antara beberapa orang yang masih hidup. Waris cuma bisa dikerjakan bila pewaris tidak ada.
  2. Hibah cuma bisa dikerjakan pada beberapa benda yang telah ada. Bila hibah mencakup beberapa benda yang akan berada di masa datang, karena itu hibah gagal. Waris sangat mungkin untuk mewariskan harta yang akan ada, contoh uang pertanggungan asuransi jiwa.
  3. Hibah suami-istri dilarang. Waris di antara suami atau istri bisa dikerjakan. Baik waris dengan pernikahan pisahlah harta atau tanpa ada pisahlah harta.
  4. Hibah serta waris harus dikerjakan dengan akta notaris.
  5. Hibah pada prinsipnya tidak bisa diurungkan. Waris dengan surat wasiat bisa diperbaharui.

Kali ini kita akn membahas mengenai Hibah Hukum dan Jenisnya, yuk simak terus artikel ini sampai selesai supaya tidak keliru tentang hibah. Apa sih hibah itu??

SEJARAH HIBAH

SEJARAH HIBAH

Hibah merupakan pemberian kepada seseorang, dan di dalam bahasa Belanda mengandung arti “Schenking”, sedangkan menurut arti yang ada di dalam pasal 1666 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, merupakan: “Sesuatu kesepakatan yang mana si penghibah di waktu/ masa hidupnya, dengan gratis atau Cuma Cuma serta dengan tidak bisa ditarik kembali, menyerahkan satu benda untuk kepentingan si penerima hibah yang terima penyerahan itu.”

  Pembubaran Yayasan Dalam Tindak Pidana

Hukum islam menggambarkan beberapa pihak yang berkaitan dalam proses pemberian hibah, yaitu seperti berikut:

  1. Faksi atau pihal dari pemberi hibah, yaitu satu orang yang akan menghibahkan beberapa atau semua harta kekayaannya sewaktu hidupnya. Mengenai faksi/ pihak si pemberi hibah harus penuhi beberapa ketentuan tersebut:
  2. Orang itu harus telah dewasa.
  3. Harus waras akan pikirannya.
  4. Orang itu sebaiknya sadar serta pahami mengenai apa yang diperbuatnya.
  5. Baik Lelaki atau wanita dibolehkan lakukan hibah.
  6. Perkawinan bukan satu penghambat untuk lakukan hibah.
  7. Faksi penerima hibah, yaitu faksi/ pihak yang akan terima hibah. Tidak ada kriteria tersendiri hingga hibah bisa diserahkan kepada siapa saja. Akan tetapi, ada banyak hal yang butuh dilihat dalam pemberian hibah, yaitu seperti berikut:
  8. Jika hibah diserahkan kepada anak dibawah usia atau orang yang tidak waras akal pikirannya, karena itu harus diberikan pada wali atau pengampu yang resmi dari anak dibawah usia atau orang yang tidak waras itu;
  9. Bila hibah dikerjakan pada anak dibawah usia yang diwakilkan oleh saudaranya yang lelaki atau oleh ibunya, hibah jadi gagal;
  10. Hibah yang diberikan kepada seseorang yang belum lahir maka di anggap gagal

Dasar Hukum Hibah

Dasar Hukum Hibah

Hibah Hukum dan Jenisnya adalah satu hal yang sudah mempunyai suatu dasar hukum. Jadi misalnya ialah ketetapan hibah dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, salah satunya ialah seperti berikut:

Terdapat di dalam pasal 1667 Kitab Undang-undang Hukum Perdata:

“Hibah hanya bisa tentang beberapa benda yang telah ada, bila ada itu mencakup beberapa benda yang akan di masa datang, karena itu sebatas tentang itu hibahnya ialah gagal.”

Juga ada di dalam pasal 1668 Kitab Undang-undang Hukum Perdata:

“Si penghibah tidak bisa memperjanjikan jika dia masih berkuasa untuk melakukan proses jual atau memberi pada orang lain sebuah benda terhitung dalam penghibahan seperti ini sebatas tentang benda itu di anggap seperti batal”.

  Perbedaan Adagium Maksim dan Postulat

Juga terdapat atau tertera di dalam pasal 1669 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang mempunyai bunyi sebagai berikut : “Adalah di bolehkan pada si penghibah untuk memperjanjikan jika dia masih mempunyai kesenangan atau nikmat hasil beberapa benda yang di hibahkan, baik beberapa benda bergerak atau beberapa benda tidak bergerak, atau jika dia bisa memberi nikmat hasil atau kesenangan itu pada orang, dalam soal mana harus di lihat ketentuan-ketentuan dari bab ke-10 buku ke-2 kitab undang-undang ini.”

Terdapat di dalam pasal 1682 Kitab Undang-undang Hukum Perdata:

“Tiada satu hibah terkecuali yang tertera di dalam pasal 1687, bisa atas suatu ancaman yang gagal, di kerjakan selainnya dengan akta notaris, yang aslinya di simpan oleh notaris itu.”

Terdapat di dalam pasal 1683 Kitab Undang-undang Hukum Perdata:

“Tiada satu hibah mengikat si penghibah atau menerbitkan suatu karena yang bagaimana juga, selainnya sejak saat penghibahan itu dengan beberapa kata yang tegas di terima oleh si penerima hibah sendiri atau oleh seseorang yang dengan satu akta otentik oleh si penerima hibah itu sudah di kuasakan untuk terima penghibahan-penghibahan yang sudah di beri oleh si penerima hibah atau akan di beri padanya di masa datang.

Bila penerima hibah itu sudah di kerjakan di suratnya hibah sendiri, karena itu itu dapat di kerjakan di satu akta otentik, selanjutnya yang aslinya harus di simpan, asal yang demikian itu di kerjakan di waktu si penghibah masih hidup, dalam soal mana penghibahan pada orang yang paling akhir cuma berlaku mulai sejak penerima itu di beritakan padanya.“

Hibah Menurut Hukum Islam

Hibah Menurut Hukum Islam

Pengertian hibah dalam hukum islam berlainan, contohnya saja beberapa pengertian tersebut:

  1. Asaf A. A. Fyzee mendeskripsikan hibah jadi penyerahan langsung serta tidak bersyarat tanpa ada pemberian balasan.
  2. Seterusnya dalam Kitab Durru’l, Muchtar mendeskripsikan hibah jadi perpindahan hak atas harta punya tersebut oleh seseorang kepada orang lain tanpa ada pemberian balasan.
  GUGATAN MATA UANG ASING

Dalam Hukum Islam sendiri di bolehkan satu orang memberi atau memberikan hadiah beberapa atau semuanya harta kekayaan saat masih hidup pada orang yang di sebut dengan “intervivos“. Pemberian sewaktu hidup itu yang selanjutnya seringkali di katakan sebagai ‘hibah”. Untuk jumlah harta yang akan di hibahkan untuk jumlahnya tidak di batasi sama sekal, dalam soal ini sangat berlainan dengan pemberian satu orang lewat surat wasiat yang sangat terbatas pada sepertiga dari harta peninggalan yang bersih.

Tentang hal yang di hibahkan, pada intinya semua jenis harta benda sebagai hak milik pribadi bisa di hibahkan, contohnya harta pusaka atau harta gono-gini satu orang. Benda yang bersifat tetap atau bergerak serta semua jenis piutang dan hak-hak yang tidak berbentuk itu dapat di hibahkan oleh pemiliknya.

jenis jenih hibah

Jenis Jenis Hibah

Menurut hukum islam, hibah bisa di kerjakan baik dengan tercatat atau lisan. Jika dengan lisan telah di rasa cukup, karena itu Anda dapat memilihnya. Tapi bila di ketemukan bukti-bukti yang cukup mengenai berlangsungnya pengalihan hak punya, karena itu pemberian itu bisa di katakan dengan tercatat atau tertulis.

Bila pemberian itu di kerjakan berbentuk tercatat (tertulis), bentuk itu ada dua jenis yakni:

  1. Bentuk tercatat (tertulis) yang tak perlu di daftarkan, bila di dalamnya cuma mengatakan bahwa sudah berlangsungnya proses pemberian hibah;
  2. Bentuk tercatat (tertulis) yang butuh di daftarkan, bila surat itu adalah satu alat dari penyerahan pemberian tersebut. Berarti, jika penyerahan serta pengakuan pada benda yang berkaitan selanjutnya di ikuti oleh dokumen sah mengenai pemberian, karena itu yang demikian itu yang perlu di daftarkan.

Apabila anda memerlukan bantuan, segera hubungi Klinik Hukum Jangkar  untuk memberikan jasa konsultasi dan pendampingan HIBAH HUKUM DAN JENISNYA atau mengalami masalah :

hukum hibah yang tidak di setujui oleh pewaris

hibah yang diberikan kepada seorang ahli waris

hibah orang tua terhadap anak

Adi